04 Juli 2009

Mendesain Kampung Inggris Di Pare  

0 komentar

Narasi terbesar yang memukau relung hati-jiwa tiap insan sepanjang sejarah akan kualitas hasil belajar bahasa asing adalah di kampung Inggris. Ketika penduduk bumi menanyakan lingkungan yang sangat mendukung, murah, pastilah akan menjawab, “Pare adalah tempatnya”.
Ya, Pare kini menjadi magnet pusatnya pergumulan “ragam cultur” warga dunia menyelami ilmu bahasa asing. Lebih-lebih pada studi bahasa Inggris. Ustadz Yazid (almarhum), pemiliki pondok pesantren Darul Falah, pesohor ahli bahasa ternama, yang menguasai 8 bahasa asing, sekaligus aktor utama pelaku empirisme, ontologis, dan aksiologis historisitas cikal bakal lahirnya Lembaga Kursus Bahasa Asing (LKBHA), telah mengubah arah sejarah nama Pare menjadi “primadona” siapa saja. Ini dapat kita lihat dari banyaknya LKBHA yang sekarang tersebar di Pare.
Mulai dari Basic English Course (BEC), EECC, HEC, dari Smart Internasional Language Course, Marvelous, Global, Pratama, Acces, dari Mahesa Institut, Harvard, A Wareness, Able, Eternity, Elfast, Daffodils, Kresna, Al-Farisi, Warnes, Liberty, Al-Hakim, Webster, Logico, Prima, General English Course (GEC), General English Skill (GES), sampai Dinamic English.
Banyaknya lembaga kursus ini semakin mengukuhkan dirinya, bahwa Pare adalah tempat jaminan teruji mengatasi ketumpulan otak anak manusia untuk menyerap kaidah jenis, fungsi bahasa asing secara teoritis dan praktek. Semuanya diperoleh melalui kerja keras, telaten, sabar selama bertahun-tahun dengan mengusung visi dan rientasi utama mengaplikasikan ilmu pengetahuan (the first orientation of knowledge application).
Dengan karakteristik inilah, nama Pare kini melambung “tinggi-besar” dari hari ke hari. Terkenal di seluruh jagad perbendaharaan kata para pakar ahli bidang ilmu bahasa asing dari tikungan lintasan berbagai pulau dan benua.
Sehingga menghasilkan peserta didik berkulitas. Walhasil, tentu setelah melewati jalan titik level dari grammar, speaking, writing, listening, pronoun atau eccent, vocabulary, transliting, sampai penguasaan toefl. Materi-materi lain juga terangkum didalam sistem metodologi pembelajaran bahasa, Arab, Jepang, Jerman, Urdu, Rusia, Perancis dan Belanda di Pare.
Tak urung seakan kota Pare menjadi kampusnya kampus bahasa para mahasiswa, dosen, guru, anggota dewan, sarjana, pencari kerja, jurnalis, sampai personel seni. Bahkan pernah hadir para peneliti bahasa yang datang dari negara Bahrain, Thailand, Australia, Amerika Serikat, dan Timor Leste yang meneliti proses belajar mengajar di LKBHA Pare.
Prestasi agung yang sulit dicari dalam perkembangbiakan ilmu bahasa asing ranah percaturan pendidikan di era sekarang ini menuntut kepada seluruh elemen masyarakat di Pare. Yaitu untuk segera membenahi sarana prasarana publik sebagai penunjang utama jalannya teori ruang multikulturalisme dialektika humanisme sosial antara para pendatang dan penduduk setempat.
Ibarat mata uang adanya LKBHA di desa Tulungrejo, Pare, Kediri ini adalah harta karun yang tertimbun tanah terlalu dalam, namun belum ada yang menggali untuk mendapatkannya secara mendasar, menyeluruh, dan spekulatif.
Pembenahan Ruang Publik
Layaknya perawan jelita sedang imut-imutnya di buru pria lajang, kampung Inggris adalah wanita cerdik nan pandai dan sholehah. Namun sayangnya masih jerawatan dan belum bisa cara menghias wajahnya, berpakaian, dan berpenampilan yang menarik setiap orang yang melihatnya.
Maka, agar indah dan enak dirasakan mata dan hati, ada baiknya pemerintah memberikan dukungan moral maupun material kepada para pengelola LKBHA, dengan menggandeng camat, kepala desa dan warga setempat.
Yaitu mengubah frame kampung Inggris dengan penghalusan jalan-jalan utama dan lorong-lorong yang rusak, pembuatan taman di perempatan dan pertigaan jalan. Penambahan lampu jalan sampai “gerakan moral” penyadaran tentang pentingnya kebersihan lingkungan hidup kepada kaum pendatang dan penduduk setempat.
Tentunya kita tidak ingin potensi daya pikat mengarah perubahan yang melegenda bidang sosial, ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan di Pare stagnan dan hancur hanya karena kurang cerdasnya kita memanfaatkan peluang yang sudah menanti di depan mata.
Meminjam istilah Stephen R Covey dalam The Seven Habits, tingkat paling tertinggi dalam ruang hidup sosial manusia sesungguhnya bukan berakhir pada kemandirian, namun kesalingtergantungan antar ruang lingkungan komunal satu dengan yang lainya.
Oleh karena itulah, pembenahan sarana publik ini akan memicu pertumbuhan cepat kampung Ingggris sebagai satu-satunya pusat studi bahasa asing yang di idolakan setiap orang. Yang berimplikasi pada taraf hidup warga setempat lebih menjulang harga diri dan kemaslatannnya!

By YUDI NOOR HADIYANTO, sarjana Filsafat Islam, dan Teacher Bahasa Inggris di Eternity Pare, Kediri.

What next?

You can also bookmark this post using your favorite bookmarking service:

Related Posts by Categories