Mengenal Tokoh Tertua di Kampung Bahasa Inggris Pare
Label: Kampung Inggris Pare 1 komentarM. Kalend Osen bisa disebut sebagai pendiri kampung Bahasa Inggris di Pare. Karena awal adanya kursusan Bahasa Inggris di Pare ada di tempatnya. Setelah itu ratusan kursusan Bahasa Inggris mulai menjamur di tempat itu.
Kalend. Nama itu tidak asing bagi masyarakat yang suka menimba ilmu Bahasa Inggris. Kemampuannya mencetak siswa-siswa jago bercas-cis-cus Bahasa Inggris sudah tak diragukan lagi. Jutaan siswa sudah merasakan polesan Bahasa Inggris dari Kalend. Hasilnya begitu keluar dari kursus di Basic English Course (BEC) di Jalan Anyelir, Singgahan, Pelem, Pare, siswa-siswi Kalend mampu berkomunikasi Bahasa Inggris dengan lancar.
Hal inilah yang membuat nama Kalend semakin melambung. Tak hanya di Pare dan sekitarnya, di penjuru nasional nama Kalend sudah tak asing. Tak heran jika siswa-siswi Kalend berasal dari seluruh Indonesia.
Jika melihat sekilas, sosok Kalend tak ada yang terlalu istimewa. Lelaki kelahiran Kutai, 20 Februari 1945 sama seperti bapak-bapak kebanyakan. Penampilannya biasa saja. Saat ditemui wartawan koran ini (13/9) di BEC, Kalend yang baru saja menunaikan ibadah salat Duhur, mengenakan kopiah hitam, t-shirt abu-abu dan sarung putih.
Tapi begitu mulai bercakap-cakap dengan Kalend, gaya seorang pengajar ada pada dirinya. "Kalau ada siswa yang tidak niat belajar Bahasa Inggris. Ya lebih baik saya suruh pulang saja daripada mengganggu teman-temannya yang benar-benar mau belajar," ujar Kalend.
Soal kemampuan Bahasa Inggris, Kalend dengan rendah hati mengaku kalau sebenarnya kemampuannya biasa-biasa saja. "Hanya banyak orang yang percaya belajar dengan saya makanya banyak yang belajar ke sini ," ujarnya.
Kalend sendiri memulai menjadi guru Bahasa Inggris secara kebetulan. Lelaki asal Kalimantan Timur ini datang ke Pare awalnya hanya untuk belajar bahasa ke Alm KH Ahmad Yazid yang kabarnya menguasai sembilan bahasa pada 1976. Apalagi saat itu Kalend kehabisan uang di Gontor saat mau kenaikkan kelas V ke kelas VI, sehingga pilihan ke Pare semakin menguat.
Setelah belajar beberapa bulan, tiba-tiba ada dua mahasiswa IAIN Surabaya yang mau belajar Bahasa Inggris ke KH Ahmad Yazid. Karena saat itu KH Ahmad Yazid tidak ada di tempat, Kalend kemudian ditunjuk istri Yazid untuk mengajar dua mahasiswa tersebut.
Mendapatkan perintah menjadi guru, Kalend pun berusaha maksimal. Sebanyak 350 soal yang dibawa dua mahasiswa dicoba dikerjakan bersama-sama tanpa membuka buku Bahasa Inggris. Hasilnya 60 persen mampu diselesaikan. Sedangkan sisanya dengan cara membuka buku. "Lima hari selesai 350 soal itu kami kerjakan," ujar Kalend.
Setelah semua soal selesai dikerjakan, dua mahasiswa tersebut kembali ke Surabaya. Dan, mereka berhasil lulus ujian bahasa Inggris sebagai salah satu syarat kelulusan. "Setelah lulus mereka datang ke sini dan bercerita di musala kalau saya bisa mengajar Bahasa Inggris," ujarnya.
Langkah awal yang bagus itulah membuat Kalend mulai dikenal di Pare. Anak-anak mulai belajar Bahasa Inggris kepadanya. Hingga akhirnya, 15 Juni 1977 Kalend meresmikan pendirian BEC. "Saat itu murid saya hanya enam orang dan pembukaan BEC hanya baca Al Fatihah," ujarnya.
Singkat cerita, pada 1983 BEC semakin pesat berkembang. Muridnya tidak hanya dari Kediri dan sekitarnya tetapi mulai seluruh Indonesia.
Uniknya dalam menggaet siswa dari luar pulau itu, Kalend tidak menggunakan promosi atau iklan tetapi hanya menggunakan jasa alumni siswa-siswanya. Mereka bercerita ke rekan-rekannya hanya dari mulut ke mulut.
Saat ini siswa BEC mencapai 600 orang. Mereka belajar selama enam bulan di BEC. Tapi, waktu enam bulan itu tidak menjamin mereka bisa lulus. Jika dalam bulan keempat, siswa ketahuan tidak menggunakan bahasa Inggris di lokasi BEC maka sanksi dikeluarkan akan diterima.
Tidak itu saja, saat ujian di Borobudur, siswa harus aktif berbicara dengan turis dengan bahasa Inggris. Diam saja atau hanya main-main sudah pasti dinyatakan tidak lulus harus diterimanya. Untuk tahun ini dari 196 siswa yang diuji ke Borubudur, tujuh diantaranya harus pulang kampung tanpa membawa sertifikat tanda kelulusan.
Agar pengawasan dalam ujian di Borubudur berlangsung maksimal. Kalend tidak pernah membawa siswa dalam jumlah besar. Kendaraan yang dipakai hanya L-300 untuk membawa 18 siswa. "Kami tidak rekreasi ke Borubudur tetapi ujian makanya siswa yang diuji hanya sedikit," ujar Kalend.
Banyaknya siswa yang berhasil menimba ilmu dari Kalend ini dimanfaatkan sebagian mantan siswanya untuk membuka lapangan pekerjaan di sekitar BEC. Lembaga kursusan Bahasa Inggris mulai menjamur. Hingga jumlahnya mencapai ratusan.
Meski demikian, lelaki yang baru saja menunaikan umrah ini mengaku tak pernah merasa tersaingi. Walau lapangan pekerjaan yang dibuka mantan muridnya itu sama dengannya tetapi Kalend menganggap hal itu adalah hal yang biasa.
Hanya yang menjadi keluhan Kalend saat ini adalah sepinya turis mancanegara yang berkunjung ke tempatnya. Diduga jarangnya turis ke BEC karena terimbas adanya bom Bali beberapa tahun lalu. Akibatnya, jika siswa-siswi bisa praktek cas-cis-cus dengan native speaker dengan gratis sekarang kesempatan itu sangat langka. "Sekarang ini empat bulan belum tentu ada turis yang ke sini padahal dulu itu setiap bulan ada," ujarnya.
Meski mengaku butuh adanya native speaker untuk memotivasi anak didiknya mempraktekan bahasa Inggris tetapi Kalend gigih tak mau memakai jasa native speaker. "Kalau pakai native speaker itu butuh biaya besar," ujarnya. (*)
Sumber:http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=28106
26 Agustus 2009 pukul 02.28
Orang hebat